Turnover adalah kata yang berkonotasi negatif. Misalnya dalam pertandingan bola basket, perpindahan bola (turnover) berarti pemain kehilangan bola, perpindahan bola (turnover) berarti pemain kehilangan bola. Tim yang paling banyak mengalami perpindahan bola biasanya menderita kekalahan. Dalam dunia bisnis, istilah turnover tersebut juga mempunyai arti yang serupa, bukan karena kehilangan bola melainkan kehilangan karyawan yang pindah ke perusahaan lain.
Turnover cukup
merugikan perusahaan karena banyaknya biaya yang telah dikeluarkan seperti uang
pesangon, ketidakmanfaatan fasilitas sampai mendapatkan pengganti karyawan yang
keluar, biaya kepegawaian (seperti biaya rekruitmen, interview, test, biaya
latihan dan lain sebagainya). Kerugian nyata adalah kehilangan produktivitas sampai karyawan baru mencapai tingkat
produktivitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut.
Ivancevich
(2009; 419) "menyatakan bahwa jika karyawan menganggap diri mereka sebagai
karyawan yang tidak efektif, tidak disukai atau tidak diperlukan, karyawan
tersebut mungkin bisa keluar." Namun, jika berfikir bahwa suatu perusahaan
semestinya hanya mempekerjakan orang-orang yang sangat dibutuhkan, maka ide
perpindahan karyawan mempunyai sisi baik mungkin bisa diterima sedikit demi
sedikit, seperti yang dikatakan oleh Falconi dalam jurnal "Turnover can be
good” (2006: 25). Sejalan dengan itu, Mobley (2007; 28) juga "mengakui
bahwa turnover dapat berdampak positif baik bagi perusahaan maupun karyawan
sendiri." Dengan adanya perputaran karyawan (turnover) yang dilakukan oleh
karyawan yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan
untuk merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi. Sementara itu karyawan yang
berpotensi akan dapat mengembangkan potensinya diperusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di
perusahaan yang kurang menghargai potensinya
Istilah turnover
berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian. Sedangkan Mobley
(1996) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan memberikan batasan
turnover yang merupakan berhentinya individu dari anggota suatu organisasi yang
bersangkutan. Sementara Cascio dalam Novliadi (2007) mendefinisikan turnover
sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan
karyawannya. Menurut Handoko (2010; 119) turnover atau perputaran karyawan adalah masuk dan keluarnya
karyawan dari perusahaan untuk bekerja diperusahaan lain. Menurut Malayu (2012;
64) perputaran karyawan ( labour turnover ) adalah perbandingan antara masuk dan
berhentinya karyawan dari suatu perusahaan.
Penyebab Turnover
Ada beberapa
pakar mengemukakan penyebab dari turnover. Falconi (2001) menguraikan beberapa
penyebab turnover, antara lain:
a. Kesempatan
promosi
b. Kesempatan
pembayaran
c. Ketidak
puasan terhadap pekerjaan itu sendiri
d. Faktor
personal seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, dan pendidikan
Aspek-aspek Turnover
Dalam model
turnover Price (dalam Mobley, 1982) ada 5 kategori aspek pokok yang mendukung
timbulnya turnover
a. Pay (upah)
Armknecht &
Early (dalam Mobley,1982) menemukan bahwa factor terpenting dalam menentukan
variasi antar industri dalam voluntary separation adalah tingkat upah yang relatif.
Namun sejumlah hubungan antara tingkat upah dan tingkat turnover menyatakan
bahwa bukan hanya upah yang menyebabkan seseorang meninggalkan suatu perusahaan
dan pindah ke perusahaan lain, oleh karena itu faktor upah harus didukung oleh factor
lainnya dalam mendorong terjadinya turnover.
b. Integration
Tingkat
keikutsertaan atau keterlibatan karyawan
dalam hubungan pokok dalam organisasi. Individu diangap memiliki peranan
penting dalam proses jalannya organisasi. Hal ini dapat dilihat dari penting
atau tidaknya keterlibatan karyawan dalam berjalannya program perusahaan.
c. Instrumental
communication
Instrumental
communication berhubungan langsung dengan peran performance. Dimana Seybolt,
Pavett, & Walker (dalam Mobley,1982) menemukan bahwa bila performance yang
bagus sedikit yang melakukan
turnover.
d. Formal
Communication
Formal
Communication berkaitan dengan penyebaran informasi di antara anggota dari
suatu sistem sosial organisasi. Price (dalam Mobley,1982) mengemukakan bahwa
komunikasi formal organisasi merupakan factor penentu turnover, yang dapat
dilakukan dalam bentuk feedback terhadap tugas-tugas karyawan yang sering dan
langsung, serta adanya saluran komunikasi formal yang terpercaya. Manajemen
yang mencoba untuk meningkatkan arus komunikasi diantara para karyawan
menimbulkan konsekuensi positif pada organisasi dengan menurunnya turunover.
e.
Centralization
Centralization
merupakan tingkat dimana kekuasaan dipusatkan pada suatu sistem sosial. Price
(1986) menyimpulkan bahwa pengalaman organisasi yang sangat terfokus pada
pemimpin akan beresiko besar untuk terjadinya turnover. Hubungan ini didasarkan
pada hal-hal seperti faktor karyawan yang memiliki sedikit Autonomy, tanggapan
organisasi terhadap unit dan kebutuhan individu yang lambat, ataupun karyawan
yang merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kendali apapun didalam organisasi.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Turnover
Wanous (1980)
menyatakan ada 2 faktor yang mempengaruhi timbulnya intensi turnover, yaitu :
1. Individual
Differences
a. Gender
Dari segi gender
ditemukan bahwa wanita lebih
cenderung untuk melakukan turnover dibandingkan dengan pria
b. Race
Parsons (dalam
Mobley,1982) menyatakan bahwa karyawan perusahaan yang berkulit hitam lebih banyak mengalami turnover dibandingkan dengan
karyawan
berkulit putih
c. Age
Karyawan yang muda memiliki kemungkinan
yang tinggi untuk meninggalkan perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan yang
lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan
yang baru yang memilki tanggung jawab kekeluargaan yang lebih kecil , sehingga
dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan.
d. Education
Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Parsons (dalam Mobley,1986) individu yang berpendidikan tinggi cenderung untuk
melakukan turnover dibandingkan individu yang berpendidikan rendah.
2. Organization
Characteristics
a. Pay level
Turnover berada pada tingkat tertinggi
didalam industri-industri yang menggaji
karyawannya lebih rendah. Armknecht dan Early (dalam Mobley, 1986)
menyatakan faktor penting dalam menentukan berbagai variasi antar industri
dalam hal turnover adalah tingkat pendapatan yang ada dalam industry tersebut.
b. Existence of
training program
Dengan adanya
program training maka diharapkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan
akan semakin meningkat dengan demikian karyawan akan diberikan kesempatan unutk
mengembangkan karirnya dalam
organisasi. Kesempatan untuk mengembangkan karir ini akan menurunkan keinginan karyawan untuk keluar dari organisasi
tersebut.
c. Length of
training program
Salah satu
strategi untuk mensosialisasikan budaya perusahaan kepada karyawan adalah
melalui training. Melalui lamanya jangka waktu pengadaan training diharapkan
karyawan akan semakin memahami dan menerima budaya dari perusahaan. Dengan kata
lain karyawan akan merasa puas terhadap keberadaan perusahaan, dan keinginan untuk
meninggalkan perusahaan pun akan semakin kecil.
Mencegah atau Menimalkan Turnover
Berikut adalah cara mencegah terjadinya atau
memimalkan Turnover
·
Buatlah sistem prosedur kerja yang jelas.
Prosedur kerja yang jelas dan detail bisa membuat karyawan tahu bagaimana
menjalakan kerja dengan baik dan benar tanpa harus bingung. Tidak adanya
prosedur kerja membuat seseorang bisa menjadi korban dan bisa menjadi lawan dan
menerapkan kerja by pas system, dimana setiap orang bisa bekerja dengan caranya
sendiri tanpa memikirkan proses internal perusahaan.
·
Buat Sistem Kompensasi yang jelas dan
transparan. Seseorang yang bekerja lebih berat dan lebih banyak tentu wajar
jika mendapatkan hasil lebih dari pada mereka yang bekerja biasa saja. Faktor
kompensasi merupakan salah satu daya semangat karyawan dalam membentuk etos dan
semangat kerja.
·
Buat Suasana Kerja yang nyaman merupakan salah
satu alasan mengapa seseorang ingin tetap bertahan di suatu perusahaan.
Biasanya pimpinan yang bijak dan mengayomi karyawan akan mendapatkan banyak
karyawan yang mau bekerja dengan tenang dan akan membentuk suasana kerja yang
nyaman.
·
Buat Sistem Jenjang Karir yang jelas. Sistem
jejang karir membuat seseorang berani mengambil keputusan untuk tidak
meninggalkan perusahaan karena tahu bagaimana mencapai suatu posisi pekerjaan
dengan kerja keras dan bukan dengan subjektivitas dari pimpinan.
·
Mengembangkan kompetensi dan kemampuan karyawan
juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang tetap tinggal di
dalam perusahaan. Dengan jalur pengembangan kompetensi maka karyawan tahu bahwa
kemampuan dan bakatnya bisa disalurkan demi kepentingan perusahaan.
·
Membangun Employer Branding dengan memberikan
identitas khusus pada employee. Backhaus dan Tickoo (2004) menyebutkan employer
branding menawarkan diferensiasi dari karakteristik-karakteristik yang dimiliki
perusahaan sebagai pemberi kerja terhadap pesaing-pesaing mereka, dan
menitikberatkan aspek-aspek lingkungan kepegawaian yang membuat karyawan nyaman
dan merasa mendapatkan perlakukan berbeda dibanding perusahaan lain.
0 komentar:
Post a Comment